Tidak Bisa Menahan Esmosy

By Ratna - October 09, 2022

 Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Jadi kemarin itu gue pergi ke dokter THT karena gue merasa bahwa kuping gue seperti kehilangan kemampuan untuk mendengar. Bukan, bukan. Tidak berarti gue tiba-tiba tuli gitu, tapi, kaya ada sesuatu yang menghambat kuping gue untuk menangkap suara. Jadinya kuping gue tuh seperti mendengar, namun suaranya sangat pelan gitu. 

Sebelum gue pergi ke THT, sebenernya gue udah ke puskesmas, dan sama dokter puskesmasnya dikasih obat tetes, obat nyeri sama satu lagi gatau deh gue obat apa wkwk (sepertinya bukan obat penting karena obat itu ga gue minum wks). Info dari dokter puskesmas itu adalah; 'kalau setelah tiga hari, masih merasa mampet (kupingnya), dateng ke sini (puskesmas) lagi, ya'. Dan oleh karena itu lah gue kembali ke puskesma yang kemudian oleh dokter tersebut gue dirujuk ke dokter THT di sebuah rumah sakit di dekat rumah gue. Tentu saja rujukan tersebut dibuat dengan BPJS, karena gue adalah warga yang sangat memanfaatkan aset yang diberikan oleh negara.

Hidup BPJS.

BPJS is love.

Apasi anjay.

Oke skip.

Ceritanya gue udah di dokter THT saat itu dan sedang menunggu kedatangan dokter THT tersebut. Sebagai informasi, ini dokter prakteknya jam 18.30 dan ketentuan dari RSnya memang diharuskan mengambil nomor antrian dulu--yang mana sudah gue lakukan pada pagi hari setelah gue selesai check up di puskesmas--dan menurut mba-mba resepsionis RS, doi bilang kalau itu dokter THT prakteknya jadi jam 18.00 karena dokternya mau pulang cepet. 'Wah, alhamdulillah bisa kelar sebelum isya' pikir gue dengan polosnya saat itu. Karena, sebenarnya pada hari itu, gue berencana untuk pergi nonton dengan salah satu sahabat gue sekitar malam hari (nunggu dia pulang kerja), jadinya gue berkabar sama teman gue kalau mungkin gue bisa pergi sekitar jam 19.00. 

Namun ternyata takdir berkata lain.

Si dokter yang mendeklarasikan bahwa doi mulai praktek jam 18.00, ternyata baru dateng jam 19.00. Trus gue kaya 'Moon maap, gue dah sampe dari jam 17.40 tapi lu baru dateng???'. Esmosy berat gaes. Tapi gue berusaha untuk berpikir positif. 'Mungkin dia ada operasi dulu sebelumnya' atau 'Mungkin di jalan ada hal yang menyebabkan dia telat', dan semacamnya. Menanamkan pikiran-pikiran baik untuk menghibur diri gue sendiri aja lah wks.

Sedikit flashback, sebelum gue menunggu dokter THT itu, sebenarnya gue awalnya ke tempat tensi terlebih dahulu. Gue gapaham juga kenapa harus ditensi dulu. Padahal sebenarnya agak membuang waktu, karena tensi itu mudah dan bisa dilakukan oleh dokternya langsung daripada harus membayar suster untuk melakukan tensi. Tapi, sebagai warga yang baik, gue tidak boleh sotoy dan tetap menjalankan saja ketentuan yang berlaku di RS tersebut. Jadi sebelum gue ke THT memang darisananya sudah diarahkan untuk tensi dan ukur tinggi serta berat badan. Dan hal yang membuat gue esmosy adalah percakapan gue dengan susternya (cewe), yang kira-kira begini;

Gue: *memberikan lengan untuk di tensi*

Suster: *dengan jutek dan agak kasar melilitkan tensi*

Gue: *berpikir kenapa ini suster jutek dan agak bar-bar, tapi masih tidak terlalu memikirkan hal tersebut*

Suster: Udah, ya. Timbang dulu (sambil diukur tinggi badannya) *mengangkat penggaris (?) timangan*

Sorry gaes, gue gatau itu namanya apa wkwk

Gue: *naek timbangan, trus ngintip tulisan susternya* Berapa tingginya?

Suster: *dengan jutek* 156.

Gue: *dengan nada heran* 156?

Perlu ditegaskan, bahwa gue hanya penasaran karena setiap gue ukur, selalu 160 atau sekurang-kurangnya 158. Iya, gue juga tidak paham kenapa tinggi badan gue bisa berubah-ubah begitu. Apakah tulang gue bisa bungee jumping gitu di dalem rangka, gue juga tidak mengerti. Namun, gue benar-benar hanya bertanya kepada suster tersebut, dan itu suster menjawab dengan "Yaudah maunya berapa?"

Anjir.

Gue berasa seperti anak kecil yang tidak terima bahwa tinggi badan gue cuma 156cm. Tapi bodohnya, gue sempet kek "Hah?" karena tidak paham maksud itu suster bertanya seperti itu. Maklum sudah usia, jadinya otak gue suka agak berpikir sedikit lebih lama dari saat gue masih muda wkwk. Tapi serius. Nada susternya benar-benar membuat gue sangat jengkel. Jadinya gue kek bete gitu, dan menjawab. "Engga, 156 aja."

Gue tidak tau apakah memang gue yang baper atau bagaimana, tapi gue juga heran kenapa gue menangkap nada suster tersebut menjengkelkan. Dan jadilah kegiatan menunggu dokter THT yang lama tersebut membuat esmosy gue makin memuncak, terlebih itu dokter juga datengnya lama banget.

'Astaghfirullah' ucap gue dalam hati. Mencoba mengingat Allah agar gue diberikan kesabaran.

Intinya, setelah jam 19.00 dokternya datang, tidak lama kemudian gue dipanggil. Alhamdulillahnya diperiksanya nggak sampai 10 menit sudah kelar. Namun masih memakan waktu agak lama untuk mengambil obat yang diresepkan oleh dokter tersebut, dikarenakan memang banyak yang mengantri untuk obat. Untungnya mba-mba apotekernya sangat baik dan menjelaskan dengan sangat rinci. Sehingga, setidaknya esmosy gue yang tadi sudah berapi-api, bisa redam. 

Yaudah itu saja curhat gue yang tidak penting ini wkwk. Masih agak gimana gitu, yah. Tapi, yasudah. Mungkin dia memang seperti itu cara bicaranya. Astaghfirullah.

Sekian gue akhiri. Salam kobaran api (apaan sih wks)

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments